Pada dahulu kala, ada sebuah pulau yang dihuni oleh semua sifat manusia. Ini berlangsung lama sebelum mereka ‘berpindah” ke tubuh manusia. Mereka saling melengkapi satu sama lain.
Sifat-sifat tersebut antara lain: Optimisme, Pesimisme, Pengetahuan, Kemakmuran, Kesombongan, Waktu dan Kasih Sayang.
Pada suatu hari diumumkan bahwa pulau tersebut akan tenggelam. Apalagi mereka pundilanda kepanikan. Mereka berlarian kesana kemari menyiapkan segala perbekalan untuk menyelamatkan diri.
Karena hidup di pulau, kebanyakan dari mereka mempunyai perahu, jadi mereka segera memperbaiki perahu mereka, memasukkan semua harta dan keluarga mereka untuk segera diajak pergi meninggalkan pulau yang hampir tenggelam tersebut.
Namun ada satu yang belum melakukan apapun, iaitu Kasih Sayang. Karena dia tidak memiliki perahu, dia telah meminjamkannya kepada seseorang bertahun-tahun yang lalu. Akhirnya Kasih Sayang memutuskan bahwa dia harus meminta bantuan.
Kemakmuran baru saja berangkat dari dermaga di depan rumahnya yang besar. Perahunya besar sekali, lengkap dengan semua teknologi paling mutakhir dan peringkat navigasi. Jika bepergian dengannya sudah pasti perjalanan siapapun akan menyenangkan.
Kemakmuran
“Tidak bisa,” jawab Kemakmuran. “Perahuku sudah penuh. Berhari-hari kuhabiskan untuk memenuhinya dengan seluruh emas dan perak milikku. Bahkan hanya tersisa sedikit ruang untuk perabotan antik dan koleksi seni. Tidak ada ruang untukmu disini.”
Kasih Sayang akhirnya menyerah, lalu mencoba untuk minta tolong kepada Kesombongan yang sedang lewat didepannya, dia sedang menaiki perahu yang unik dan indah.
Kesombongan
“Maaf, ” kata kesombongan. “Aku tidak bisa menolongmu. Tidakkah kau lihat sendiri? Kamu basah kuyup dan kotor. Coba bayangkan, betapa kotornya dek perahuku yang mengilat ini jika kamu naik.”
Akhirnya Kasih Sayang pun mencari bantuan ke yang lain. Di kejauhan dia melihat Pesimisme yang sedang berusaha sekuat tenaga mendorong perahunya ke air.
Kasih Sayang meletakkan tangannya ke buritan kapal dan membantu Pesimisme mendorong perahunya.
Pesimisme
Pesimisme mengeluh terus menerus. Perahunya terlalu berat, pasirnya terlalu lembut, dan airnya terlalu dingin. Sungguh hari yang tidak tepat untuk melaut. Peringatan yang diberikan mendadak sekali, dan pulau ini tidak seharusnya tenggelam. Mengapa semua kesulitan ini terjadi padanya? Mungkin dia bukan teman seperjalanan yang menyenangkan.“Pesimisme, bolehkah aku menumpang perahumu?” Sela kasih sayang diantara keluhan Si Pesimisme.
“Oh, Kasih Sayang, engkau terlalu baik untuk berlayar denganku. Sikapmu yang penuh perhatian bahkan menjadikanku merasa lebih bersalah jika engkau bersamaku.
Bayangkan, seandainya ada ombak besar yang menghantam perahu kita dan engkau tenggelam. Bagaimana perasaanku jika itu terjadi? Tidak, aku tidak bisa mengajakmu.”
Kasih Sayang mulai putus asa.
Namun semangatnya kembali bangkit setelah melihat Optimisme.Optimisme ternyata belum beranjak meninggalkan pulau. mempersiapkan perahunya sambil berteriak: “Saya tidak percaya dengan segala omong kosong tentang bencana dan hal-hal buruk, saya tidak percaya kalau pulau ini akan tenggelam.”
Optimisme
Kasih Sayang berteriak memanggilnya sekali lagi, tetapi bagi Optimisme tidak ada istilah menoleh kebelakang. Dia sudah meninggalkan masa lalu dibelakang, dan berlayar menuju masa depan.
Akhirnya Kasih Sayang putus asa, dia pasrah pada ALLAH apapun kejadian yang akan menimpanya. Lantas dia berbaring di bawah pohon, sambil menunggu taqdirnya.
Di saat hampir terlelap karena kelelahan, sayup-sayup dia mendengar sebuah suara,
“Ayuh, naiklah ke perahuku.” Dengan langkah longlai Kasih Sayang cuba menghampiri perahu itu.
Karena kelelahan, akhirnya dia pengsan sebelum sampai ke perahu. Si pengayuh perahu akhirnya mengangkatnya dan menidurkannya di tempat yang nyaman di dalam perahu.
Dia tertidur sepanjang perjalanan sampai nakhkoda kapal mengumumkan bahwa mereka telah sampai ditanah kering dan semua penumpang bisa turun.
Semua penumpang begitu berterimakasih dan gembira karena perjalanan mereka berlangsung aman.
Kasih sayang dan semua penumpang melambaikan tangann ketika sang pelaut meneruskan perjalanannya.
Ketika di pantai, Kasih Sayang terjumpa dengan Pengetahuan dan bertanya, “Siapa tadi yang menolongku bersama orang-orang itu?”
Pengetahuan
“Waktu?” tanya Kasih Sayang, “Mengapa hanya Waktu yang mahu menolongku ketika semua orang tidak mahu mengulurkan tangan?”
Pengetahuan tersenyum dan menjawab, “Sebab hanya Waktu yang KELAK AKAN MENGERTI betapa hebatnya Kasih Sayang.”
waktu
VS
Kasih Sayang
Hargailah kasih sayang itu selagi mana kita masih memiliki waktu bersamanya.Waktu bersama amat berharga.Penuhi waktu dengan kasih dan sayang anda kepada orang sekeliling anda.Dikhuatiri anda terlepas waktu bersama mereka yang anda sayang kerna masa yang berlalu tidak akan kembali lagi..
#kasih ALLAH, sayang ALLAH#
No comments:
Post a Comment